Dalam perpindahan tersebut, tidak jarang menemui
perselisihan dengan raja-raja di Kalimantan Timur yang
berakhir dengan peperangan dan pertempuran, seperti yang
terjadi di wilayah kerajaan Kutai dimana rombongan Bugis
yang dipimpin Daeng Sitebba yang lebih dikenal dengan
nama Pua Ado menyerang kerajaan Kutai di Kutai Lama.
Kejadian tersebut mengakibatkan peperangan sengit di
satu tempat yang bernama Bungka-bungka yang
mengakibatkan Ibu Kota kerajaan Kutai dipindahkan lebih
jauh masuk sungai Mahakam, yaitu Tenggarong sekarang.
Setelah peperangan antara Kutai dan Bugis berakhir, maka
oleh orang-orang Bugis di tempat tersebut didirikanlah
pemerintahan dimana Pua Ado dipilih sebagai kepala
pemerintahannya di daerah Samarinda (Samarinda
Seberang). Oleh karena pemerintahan Bugis tersebut hanya
dikendalikan oleh orang-orang pendatang, yaitu
orang-orang Bugis dan tidak ada salah seorang pun
bangsawan Kutai, maka oleh orang Kutai ibu kota
pemerintahan orang Bugis itu dinamakan Samarinda yang
berarti pemerintahan yang dikendalikan oleh orang-orang
sesama rendahan.
Demikian pula di daerah kerajaan Pasir, rombongan Bugis
ini pun datang dan mendarat di satu tempat yang bernama
Tanjung Aru yang dipimpin oleh seorang anak bangsawan
yang bernama Andi Baso dan kemudian mereka mendirikan
kerajaan di daerah tersebut.
|
|
Oleh
karena kerajaan kecil ini mau tetap bersatu dan tunduk
dalam lingkungan kerajaan Pasir, maka tidak pernah
terjadi pertempuran antara Pasir dan Bugis.
Bahkan lebih diperkuat lagi dengan hubungan perkawinan
antar warga dan keluarga kerajaan dari kedua kerajaan
tersebut dan Kepala Pemerintahan di Tanjung Aru diberi
gelar Pangeran oleh kerajaan Pasir. Hal yang sama pula
terjadi di Tanah Bumbu dan Pegatan di masa pemerintahan
Sultan Sulaiman menjadi satu dalam lingkungan kerajaan
Pasir.
Di
dalam hubungan perkawinan antara raja-raja Bugis dan
raja-raja Pasir itu, maka terdapatlah seorang anak
bangsawan Bugis yang berketurunan Arab bernama Andi Taha
Alyrus kawin dengan seorang putri dari kerajaan Pasir
yang bernama Adjie Renik (anak dari Sultan Sulaiman).
Setelah menikah dengan putri dari kerajaan Pasir
tersebut, Andi Taha akhirnya diangkat menjadi Menteri
Kerajaan Pasir, dan diberi gelar Pangeran Syarif Taha.
Hasil hubungan perkawinan antara Putri Adjie Renik
dengan Pangeran Syarif Taha membuahkan seorang anak
bernama Syarifah Adjie Hamid Alsegaff, yang dikemudian
hari setelah dewasa diangkat juga menjadi Menteri
Kerajaan Pasir dengan gelar Pangeran Syarif Hamid
Alsegaff.
Demikianlah keturunan bangsawan Pasir mempunyai
percampuran darah antara Pasir, Bugis dan Arab. Hal
tersebut juga yang membawa percampuran adat istiadat
serta gelar-gelar dari ketiga golongan tersebut. |